Training JKKGS

Training JKKGS
Para Pejuang Islam

Kamis, 27 Januari 2011

Nafsu atau Hati yang bicara

Pernah suatu hari, ketika saya masih duduk di bangku SMA (Pondok Pesantren) ada seorang guru bahasa Indonesia Bu Rina namanya, biasanya sebelum masuk ke pelajaran yang akan dibahas dia sering bercerita terlebih dahulu kepada kami, biar gak lemes katanya (kebetulan memang pelajaran b.Indonesia jadwalnya pukul 11-an gitu) dan biasanya kami pun sudah agak kurang bergairah menerima pelajaran pada jam-jam terakhir seperti itu. Waktu itu dia pernah berkata dengan nada sinisnya begini “Anak muda sekarang ini banyak sekali tingkahnya disuruh sekolah bener-bener, malah pacaran. yang katanya kalau cinta sudah melekat lah tahi kucing rasa cokelat”, Sontak saja semua murid ketika itu yang hanya laki-laki semuanya tertawa tidak karuan. Lalu bu Rina pun melanjutkan ceramahnya “Orang tua kalian susah-susah cari uang, ada yang tanam padi di sawah, ada yang jadi kuli, bahkan ada yang rela menahan makan hanya untuk ngirimin kalian uang. Apa kalian gak kasian?, apakah kalian tega membalas pengorbanan itu hanya dengan tidur-tiduran di sini, dan main-main saja?”. Seketika itu juga kami mulai merenung betapa besar pengorbanan orang tua terhadap kehidupan kami, dan mulai mencoba memahami sedikit demi sedikit apa yang telah dirasakan oleh orang tua kami selama ini. Lalu bu Rina bilang lagi “Saya mempunyai prinsip begini: Biarlah orang tersenyum dan tertawa disaat saya menangis, dan biarlah orang semua menangis disaat saya tersenyum bahagia”, ketika itu kami agak bingung dan kurang mengerti dengan perkataan bu Rina tadi, kemudian kami bertanya kepadanya “Maksudnya apa bu?”. Bu Rina melanjutkan “Begini maksudnya, ketika saya terlahir ke dunia ini kan saya menangis oe..k.....oe..k” sambil mempraktekken.

Lalu dia melanjutkan lagi “namun pada waktu bersamaan kan semua orang tersenyum dan tertawa bahagia ketika melihat saya, terutama ibu saya tentunya yang tersenyum bahagia melihat saya...dan sekarang saya akan mencoba untuk melakukan yang terbaik buat diri saya dan orang lain dalam hidup ini, dengan begitu... ketika saya meninggal saya akan tenang dan tersenyum bahagia, sedangkan orang lain yang merasa kehilangan saya tentunya mereka akan bersedih dan menangis dengan kepergian saya”. Dan saya pun ketika itu sudah lebih mengerti dengan penjelasan bu Rina tersebut.

Sejak hari itu saya bisa lebih memahami bahwa hidup yang singkat ini harus dikontrol dengan baik.
terutama hati ini, kapan ia dikuasai nafsu dan kapan ia berkata benar ketika menyukai sesuatu. harus ada benteng-benteng harapan orang tua, harapan guru-guru, maupun harapan orang-orang yang sayang dan peduli dengan hidup kita, dan agama yang menjaganya untuk tetap istiqamah untuk selalu tegar di jalan-Nya. agar kita lebih bisa memaknai kehidupan.
Dan tentunya harus terus belajar ilmu agama sampai ajal menjemput kita, karena Rasulullah SAW bersabda: “Uthlubul ‘ilma minal mahdi ilal lahdi” tuntutlah ilmu ketika masih dalam buaian hingga ke liang lahat. Tak ada kata selesai dalam menuntut ilmu, karena menuntut ilmu juga merupakan kewajiban terbesar bagi umat islam untuk menggapai kunci ma’rifatullah, dan kembali ke sisi-nya dengan Husnul khatimah. (Selasa, 25 januari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar